Rabu, 19 Maret 2014

TODAY NEWS

Bahasa Alay Menggeliat, DPR Pasrah

Ilustrasi Gedung DPR (Foto:Okezone)

JAKARTA - Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR RI), Hanif Dhakiri, tak memungkiri kalau saat ini bahasa alay semakin "meracuni" bahasa Indonesia. Menurutnya, bahasa alay itu memang tidak bisa dilepaskan dari dinamisme masyarakat, karena bahasa semacam itu juga ada di belahan negara manapun, seperti di Amerika, Arab Saudi.

"Jadi bahasa slank, bahasa gaul, atau bahasa alay itu tidak bisa dilepaskan dari dinamika masyarakat, yang penting jangan sampai hal itu berkembang lalu mengaburkan pemahaman masyarakat tentang bahasa yang baik dan benar," kata Hanif kepada Okezone, Rabu (19/3/2014).

Politikus asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menuturkan, memang yang harus berperan untuk melestarikan bahasa Indonesia yakni ada di satuan pendidikan yang formal. "Mungkin pemerintah juga perlu melakukan evaluasi, baik dikurikulum maupun dari sisi penyampaian bahasa Indonesia. Apakah dari segi kurikulum sudah memadai atau belum?" ucapnya.

Kemudian, dari segi metode pengajarannya apakah sudah cukup menarik atau tidak. Pasalnya, kelebihan bahasa alay itu mudah diserap terlebih bahasa itu tersebar hingga kemana-mana. "Jadi orang ikut-ikutan saja, dan potensi pengaburan bahasa Indonesia menjadi mencuat," pungkasnya.

Sekedar diketahui belakangan ini, kita sering disuguhkan dengan istilah-istilah baru dan aneh dalam berkomunikasi. Ironisnya, istilah yang memelesetkan kata dari Bahasa Indonesia ini seakan menjadi kebiasaan atau gaya hidup sekelompok anak muda yang biasa disebut alay.

Misal saja, sering kita mendengar kata lambat diubah menjadi lambreta, barangkali menjadi keles, banget menjadi bingit, memang menjadiemberan, remaja wanita gaul menjadi cabe-cabean, dan lain sebagainya. Semua itu kini menjadi istilah baru dalam percakapan anak muda. Celakannya, istilah ini juga sudah menjadi bahasa tulisan di jejaring sosial yang dianggap sudah lumrah.


OPINI :
Memang bahasa alay sekarang menjadi trend di pergaulan anak muda. Teman-teman juga banyak yang memasukan bahasa alay di kamus bahasa mereka. Kadang geli juga sih dengernya, risih sih enggak, cuman geli aja. Sering juga ngomongin cabe-cabean. Memang bahasa alay kadang memudahkan kita dalam pergaulan, tetapi itu bukan bahasa kita yang sebenarnya. Seperti kata "serius? demi apa?" yang sekarang menjadi kata "ciyus? miapah?". Kalo generasi sekarang aja udah kaya gitu, bisa-bisa generasi setelah kita hanya mengatakan "ius?ia'ah?" wah gawat nih... Pendidikan formal sangat dibutuhkan untuk mendidik kita dalam menggunakan bahasa dengan benar. Kita harus menghargai para pendahulu kita yang sudah susah-susah menyusun bahasa Indonesia. Kita sebagai anak muda boleh lah alay-alay dikit, tapi jangan sampai berlebihan ya... kita tetap harus menggunakan bahasa resmi kita, yaitu BAHASA INDONESIA!!!